“Tak diragukan lagi, ia adalah seorang yang tandus, yang mewartakan Sabda Allah secara lahiriah tanpa mendengarnya secara batiniah.” – St. Agustinus
Mari kita mengarahkan perhatian kita kepada salah satu Bapa Gereja Barat yang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pewartaan: St. Agustinus dari Hippo. St. Agustinus menulis sebuah buku yang berjudul Mengenai Ajaran Kristen, yang terdiri dari empat buku: buku I-III membahas tentang cara memahami dan menafsirkan Kitab Suci, sedangkan buku keempat berbicara tentang bagaimana menyampaikan kebenaran, dengan kata lain, buku keempat ini banyak berbicara tentang pewartaan baik itu secara prinsip maupun praktik.
Tiga Fungsi Pewartaan Menurut St. Agustinus
“Seorang orator ulung dengan benar berkata bahwa “seseorang yang fasih berbicara harus berbicara untuk mengajar, memberikan kesenangan, dan membujuk.” Lalu ia menambahkan: “Mengajar adalah keharusan, memberikan kesenangan merupakan keindahan, membujuk merupakan sebuah kemenangan”.” – St. Agustinus
Menurut St. Agustinus, terdapat tiga fungsi pewartaan: untuk mengajar, memberikan kesenangan, dan membujuk.
Fungsi pengajaran menegaskan bahwa seorang pewarta, harus menafsirkan dan menjaga kebenaran ilahi yang ia temukan dalam Kitab Suci, sekaligus juga menghancurkan kesesatan yang ada. Hal ini terlihat jelas dalam homili St. Agustinus, yaitu bahwa ia tidak hanya menjelaskan apa yang benar, tetapi seringkali ia juga menghancurkan kesesatan yang ia temui, misalnya kesesatan Donatisme. Mengajar merupakan sebuah keharusan karena seseorang tidak dapat bertindak bila ia tidak mengetahui apa yang benar yang harus dilakukan.
Mengajar juga berarti bahwa kebenaran yang disampaikan haruslah mudah dimengerti. Oleh karena itu, hendaknya cara penyampaian yang rumit dan ambigu harus dihindari sehingga pendengar dapat memperoleh pemahaman yang sama. St. Agustinus menempatkan fungsi pengajaran ini sebagai prioritas utama dalam pewartaan. Ia berkata:
“Untuk apa sebuah kunci yang terbuat dari emas, bila ia tidak dapat membuka apa yang ia inginkan untuk dibuka? Atau keberatan apa yang harus kita ajukan kepada kunci yang terbuat dari kayu, bila ia dapat membuka apa yang ditutup, dan inilah yang kita inginkan?”
Dengan kata lain, kebenaran yang disampaikan pewarta itu bagaikan kunci yang seharusnya dapat membuka pintu hati manusia, sehingga ia dapat berdiam di dalamnya. Akan lebih baik bila kebenaran memang disampaikan dengan cara yang indah, namun apabila seseorang tidak memiliki talenta dalam hal ini, hendaknya rasa cinta terhadap kebenaranlah yang diutamakan dan bukan bagaimana seharusnya kebenaran itu disampaikan.
Continue reading “Pandangan St. Agustinus tentang Pewartaan”